Satu Harga Beras Berbasis Zona, Solusi Hentikan Oplosan

Jakarta – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa pemerintah bergerak cepat menjaga stabilitas stok dan harga beras nasional dengan menggencarkan operasi pasar secara besar-besaran. Langkah ini diambil sebagai respons atas kenaikan harga beras dalam beberapa pekan terakhir, sekaligus menjadi bagian dari persiapan penerapan kebijakan perberasan nasional yang diperkuat melalui perubahan standar mutu, jenis, dan harga batas atas.

“Stok kita banyak sehingga kita melakukan operasi pasar besar-besaran,” kata Amran seusai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras hingga Juli 2025 mencapai 4,2 juta ton. Stok tersebut memungkinkan dilakukannya intervensi langsung melalui program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) dan bantuan sosial. Sebanyak 1,3 juta ton beras akan disalurkan melalui SPHP dan 365 ribu ton lainnya melalui program bantuan sosial, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga dan harga tidak melonjak lebih jauh.

Pemerintah memastikan akhir tahun nanti stok minimal berada di kisaran 2,5 hingga 3 juta ton, tingkat yang dinilai sangat aman bagi ketahanan pangan nasional. Di sisi hulu, program ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian di wilayah strategis seperti Merauke, Papua Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan terus digencarkan melalui pencetakan sawah baru dan perbaikan irigasi untuk meningkatkan produktivitas jangka panjang.

Baca juga  Pemerintahan Prabowo Gibran Komitmen cegah Penyebaran Narkoba di Kalangan Pelajar

Selain memastikan ketersediaan, pemerintah juga memperkuat pengawasan distribusi guna menekan praktik penyimpangan, khususnya peredaran beras oplosan. Temuan di lapangan menunjukkan dari 268 merek yang diperiksa, 212 merek tidak memenuhi standar pemerintah, dengan tingkat beras patah (broken) mencapai 30–50 persen, jauh di atas batas untuk beras premium (15 persen) maupun medium (25 persen). Pelanggaran ini telah dilaporkan dan ditindak oleh aparat penegak hukum.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menjelaskan, kebijakan baru nantinya akan dilengkapi periode transisi agar pelaku usaha dan konsumen dapat menyesuaikan diri. Zonasi harga akan diberlakukan sesuai kondisi geografis Indonesia yang luas, sehingga harga di daerah sentra produksi akan berbeda dengan wilayah Indonesia Tengah dan Timur, namun tetap mengacu pada prinsip satu kebijakan nasional.

“Tidak mungkin di negara seluas Indonesia ini satu harga tanpa mempertimbangkan zona. Jadi kita akan atur agar tetap adil bagi petani dan terjangkau bagi masyarakat,” ujar Arief. Ia menegaskan, beras reguler yang biasa dikonsumsi masyarakat akan diatur harga dan mutunya secara ketat, dengan syarat derajat sosoh 95 persen, kadar air 14 persen, serta kriteria butir pecah yang akan diumumkan kemudian.

Baca juga  Pemerintah Dorong Percepatan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di Berbagai Daerah

Sementara untuk beras khusus seperti beras ketan, hitam, merah, beras rendah indeks glikemik, beras organik, hingga beras dengan indikasi geografis tertentu, harga akan diserahkan ke mekanisme pasar namun tetap melalui sertifikasi mutu yang ketat.

Kebijakan ini, menurut Arief, bersifat holistik karena menyentuh seluruh rantai pasok mulai dari petani, penggiling padi, pengusaha, ritel, hingga konsumen akhir. Bahkan, arahan Presiden Prabowo untuk membeli gabah petani minimal Rp 6.500 per kilogram akan menjadi acuan dalam menetapkan harga di hilir, sehingga petani terlindungi dan konsumen mendapatkan harga yang wajar.

Dengan kombinasi penguatan stok, operasi pasar, zonasi harga, dan penegakan standar mutu, pemerintah optimistis kebijakan satu harga berbasis zona akan menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi beras oplosan sekaligus menjaga stabilitas pangan nasional.

[w.R]

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *